Senin, 25 Februari 2008

Kompos

Kompos



Kompos dari sampah dedaunan
Kompos dari sampah dedaunan

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat mengendalikan bahaya pencemaran yang mungkin terjadi dan menghasilkan keuntungan.

Daftar isi

[sembunyikan]

Pendahuluan

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.

Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

Manfaat Kompos

Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi :

  1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
  2. Mengurangi volume/ukuran limbah
  3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :

  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Dasar-dasar Pengomposan

Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.

Proses Pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Berkas:Proses_dekomposisi.jpg

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

Berkas:Proses_pengomposan.jpg Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan.

Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos
Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna Protozoa 104 - 105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Proses pengomposan tergantung pada :

  1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
  2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
  3. Metode pengomposan yang dilakukan

Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)

Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC

STRATEGI MEMPERCEPAT PROSES PENGOMPOSAN

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:


  1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
  2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
  3. Mengambungkan strategi pertama dan kedua.

Memanipulasi Kondisi Pengomposan

Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.

Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:

  1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
  2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
  3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
  4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

Pengomposan secara aerobik

Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.

  1. Terowongan udara (Saluran Udara)
    • Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
    • Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
    • Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
    • Sudut : 45o
    • Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
  2. Sekop
    • Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
  3. Garpu/cangkrang
    • Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
  4. Saringan/ayakan
    • Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
    • Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
    • Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
  5. Termometer
    • Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
    • Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
    • Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
  6. Timbangan
    • Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
    • Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
  7. Sepatu boot
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
  8. Sarung tangan
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
  9. Masker
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan
Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan

Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang berfungsi dalam memberi asupan oksigen serta membalik bahan secara praktis. Komposter Rotary Klin berkapasitas 1 ton bahan sampah mengelola proses membalik bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter BioPhoskko disertai aktivator kompos yang tepat akan meningkatkan kerja penguraian bahan (dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.

Tahapan pengomposan

  1. Pemilahan Sampah
    • Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
  2. Pengecil Ukuran
    • Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
  3. Penyusunan Tumpukan
    • Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
    • Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
    • Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
  4. Pembalikan
    • Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
  5. Penyiraman
    • Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
    • Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
    • Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
  6. Pematangan
    • Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
    • Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
  7. Penyaringan
    • Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
    • Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
  8. Pengemasan dan Penyimpanan
    • Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
    • Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Kontrol proses produksi kompos

  1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
  2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
  3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.

Proses pengontrolan

Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:

  1. Monitoring Temperatur Tumpukan
  2. Monitoring Kelembaban
  3. Monitoring Oksigen
  4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
  5. Monitoring Volume

Mutu kompos

  1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
  2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
  3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
    • Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
    • Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
    • Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
    • Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
    • Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
    • Tidak berbau.

Literatur

Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.


Membuat Pupuk Kandang

Membuat Pupuk Kandang

JAKARTA - Hal yang paling penting dalam proses pertumbuhan pohon adalah pupuk. Pohon diibaratkan sebuah tubuh. Pupuk yakni kandungan gizi yang sangat dibutuhkan. Di alam zat ini banyak, tersedia. Bercampur dan sisa-sisa organisme yang mati dari tanaman atau hewan.
Dalam sistem pertanian konvensional, zat pengguna yang sering dipakai adalah jenis urea serta yang dikenal dengan nama TSF. Jenis itu dibuat secara besar-besaran dan dikeluarkan oleh perusahaan resmi. Kandungannya tentu saja mempunyaizat-zat kimia buatan.
Ada cara yang mudah untuk membuat pupuk di rumah, ketimbang membeli pupuk keluaran pabrik di toko pertanian. Dalam dunia PO ada dua macarn pupuk alami, dikenal dengan nama pupuk kandang dan pupuk kompos.
Pupuk kandang diperoleh dari kotoran hewan yang telah kering dan tidak berbau. Penggunaan dapat dicampur dengan tanah dengan ukuran yang seimbang.
”Sebaiknya jangan menggunakan kotoran anjing atau kucing untuk membuat pupuk kandang,” pesan Edi Junaedi, insinyur pertanahan dari KONPHALINDO. Kotoran yang berasal dari binatang pemakan tumbuhan lebih banyak kandungan ”gizi” bagi tanah dan tanaman. Mengandung unsur hara yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan.
Bahan pernbuat pupuk kompos banyak terdapat di sekitar rumah. Limbah dapur seperti sisa potongan sayuran, kulit buah-buahan atau dedaunan kering amat baik untuk digunakan.
Masukkan potongan-potongan ini ke dalam sebuah lubang. Dapat juga dipakai tong besar atau drum bekas. Kernudian timbun dengan tanah. Aduk timbunan sesering mungkin untuk mempercepat proses pembusukan. Diamkan selama lebih kurang 40 hari. Bila tanah terlihat hitam dan gembur, siap digunakan. Media tanam ini dicampur dengan pasir, tanah, serta kompos dengan perbandingan 1:1: l.
Cara sederhana yaitu dengan sistem heap (timbun). Pola ini tidak perlu menguburnya di dalam lubang tanah. Cukup sediakan wadah besar seperti drum. Berilah pasir pada bagian yang paling bawah. Kemudian tanah gembur di atasnya.
Masukkan bahan-bahan organik pernbuat kompos setelah itu. Bila ada, lumuri dengan kotoran hewan. Lalu taburi gerusan kapur halus secukupnya. Taruh kernbali bahan-bahan serupa sesuai urutan. Dengan takaran yang sama, kecuali kapur.
”Untuk menambah unsur yangdiperlukan seperti nitrogen, dipakai air seni. Hal ini hampir serupa dengan zat yang terkandung dalam pupuk urea,” kata Edi. J, pendamping petani organik di Kelompok Wanita Tani (KWT) Mandiri, Pancoran Mas, Depok. Pemberian air kencing itu banyak dilakukan oleh petani-petani organik di Jawa tengah. Mereka mengumpulkan air kotor itu dan hewan ternaknya seperti sapi atau kerbau. Kemudian disemprotkan pada lahan pertaniannya. ”Air seni dari manusia pun dapat digunakan,” imbuh alumnus Universitas Padjajaran Bandung itu.
Campuran lain dapat pula ditambahkan dalam proses pernbuatan kompos, sekam, jerami, atau serbuk gergaji sangat baik sekali digunakan. Kumpulan dedaunan yang rontok di halaman belakang rumah juga bisa dipakai. Daripada dibakar, jadikan saja kompos.Gampangkan!
(Bambang Parlupi)

Mengolah Cacing Tanah

Mengolah Cacing Tanah
Menjadi Pupuk Komoditas Ekspor
JAKARTA – Selama ini pemanfaatan cacing tanah boleh dibilang masih sangat terbatas. Padahal, potensi cacing sangat luar biasa. Cacing bisa menjadi salah satu komoditas ekspor yang diandalkan dengan mengolah kotorannya menjadi pupuk.

Konsumen tidak perlu merasa jijik untuk menggunakan pupuk ini karena tidak menyebarkan bau, bersih dari kotoran maupun serangga. Pupuk yang terbuat dari kotoran cacaing ini sangat baik untuk tanaman sayuran, tanaman tahunan, buah-buahan dan tanaman hias. Bahkan pupuk bekas cacing (kascing) merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan.
Joko Prayitno, sebelumnya tidak pernah membayangkan akan terjun di bisnis. Pada 1997, pria berusia 36 tahun ini mengalami pukulan berat karena kehilangan pekerjaan. Perusahaan pupuk yang selama ini menjadi tempatnya mencari penghasilan bagi keluarganya, mendadak bangkrut.
Namun, Joko tidak menyerah. Kesempatan mengikuti Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T) di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diselenggarakan Departemen Tenaga Kerja tidak dilewatkan. Bidang yang dipilihnya, membuat pupuk dari bekas cacing, bidang yang tidak jauh dari pengalamannya sebelumnya.
Pada saat itu, bisnis cacing memang sedang booming. Tapi, lebih banyak hanya semata-mata memperdagangkan cacing sebagai komoditi yang utuh tanpa proses pengolahan lebih lanjut.
Selama pelatihan, Joko mendapat uang saku Rp300.000. Dalam memulai usahanya, Joko hanya bermodalkan Rp1,5 juta yang diperolehnya melalui pinjaman. Dia kemudian membuka bisnis ini di Banjar Kolot, Ciamis seperti dikutip situs beritabumi.or.id.
Tetapi memulai bisnis tidak mudah. Untuk mendapatkan cacing, dalam jumlah besar tidak gampang, Joko harus melakukan budi daya cacing. Cacing diternakkan hingga banyak, baru kemudian dia membuat kascing. “Semakin banyak kascing semakin cepat proses pembuatan pupuk,” kata ayah dua anak ini.
Proses pembuatan kascing, dikatakannya, tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan teknologi. Sebagai media untuk mencampur, dibutuhkan kotoran sapi atau kerbau. Kemudian cacing disebar hingga diatas kotoran tersebut dan dibiarkan selama dua minggu. Selama itulah terjadi proses pembuatan pupuk, cacing mengubah kotoran yang tadinya berwarna kehijauan menjadi kehitaman. Jika cacing kemudian meninggalkan media kotoran maka prosesnya sudah selesai. Baru kemudian dikeringkan.
“Kascing yang sebenarnya adalah kotoran cacing yang berbentuk butiran, berserat dan berwarna kehitaman,” katanya.
Pemasaran dilakukan dengan bekerja sama dengan beberapa balai penelitian. Pemasaran produknya tersebar di berbagai kota, seperti Bengkulu, Lampung, Jambi, dan Jakarta. BPPT bahkan menggunakan kascing produknya sebagai bahan penelitian. Rata-rata penjualan di dalam negeri sebanyak 2 kontainer per bulan. Kascing juga berhasil diekspornya ke Jepang.
Hanya saja, Joko sangat menyayangkan kesadaran akan pemakaian pupuk organik masih rendah di dalam negeri. Padahal pemakaian kascing dapat menetralisir kelebihan zat asam tanah dan tanah menjadi lebih gembur. Tanah juga tidak cepat padat seperti halnya kalau memakai pupuk kandang.
Pemakaian pupuk kascing dibandingkan pupuk kimia sekitar 1:3. Artinya 1 kg pupuk kascing ekuivalen dengan 3 kg pupuk kimia. Dari segi harga memang sebanding, karena 1 kg pupuk kascing sebesar Rp1.200 sedangkan pupuk kimia Rp400/kg. Akan tetapi, semakin sedikit pemakaian pupuk berarti dari segi biaya transportasi lebih hemat dan penyimpanan membutuhkan ruang lebih sedikit.

Prospek
Meski sudah menggeluti bisnis kascing, Joko memutuskan bergabung dengan PT Cemani Cipta Cemerlang pada 2001. Perusahaan yang bisnis utamanya dalam properti, memang baru terjun di bisnis kascing. Itu sebabnya Joko ditunjuk sebagai Kepala Produksi.
Perusahaan yang memiliki areal pabrik kascing di Ciangsana, Bogor, tetap melanjutkan ekspor ke Jepang. Rata-rata ekspor ke Jepang 2 kontainer per bulan. “Kebutuhan kascing di Jepang sangat besar. Kesadaran penggunaan pupuk organik di Jepang sudah tinggi,” kata Joko.
Menurut Manajer Pengembangan PT Cemani Cipta Cemerlang Ari Raharjo, mereka kini tengah menjajaki untuk memperluas pasar ekspor ke Malaysia. Ari mengakui pasar ekspor lebih menjanjikan dibandingkan di dalam negeri. Permintaan lagi bertumbuh karena kesadaran terhadap lingkungan sudah demikian baik di luar negeri.
Joko mengemukakan prospek usaha kascing cukup baik. Siapaun bisa menekuni bisnis ini. Bahan utama, yaitu cacing relatif mudah didapatkan. PT Cimani Cipta Cemerlang pun, kini mengembangkan budi daya cacing yang siap dijual.
Mereka mengharapkan pemakaian pupuk organik juga semakin besar di dalam negeri. Apalagi ada kecenderungan, hasil tanamannya lebih baik. Malaysia, dikatakan, juga berminat mempelajari pembuatan kascing karena produknya yang tidak membahayakan lingkungan tanah. (SH/naomi siagian)

TEHNIK PEMBUATAN BOKASI

TEHNIK PEMBUATAN BOKASI
Oleh : Nasir, SP., MBA


Latar Belakang

Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pembangunan pertanian alami ini semula hanya menerapkan sistem pertanian organik, tetapi ternyata hasilnya hanya sedikit. Dalam tahun 1980-an, Prof Dr. Teruo Higa memperkenalkan konsep EM atau Efektive Mikroorganisms pada praktek pertanian alami tersebut. Teknologi EM ini telah dikembangkan dan digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penyakit, dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Pada pembuatan bokashi sebagai salah satu pupuk organik, bahan EM meningkatkan pengaruh pupuk tersebut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Beberapa pengaruh EM yang menguntungkan dalam pupuk bokashi tersebut adalah sebagai berikut:

- memperbaiki perkecambahan bunga, buah, dan kematangan hasil tanaman

- memperbaiki lingkungan fisik, kimia, dan biologi tanah serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah

- meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman

- menjamin perkecambahan dan pertumbuhan tanaman yang lebih baik

- meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk

Berdasarkan kenyataan di lapangan, persediaan bahan organik pada lahan pertanian sedikit demi sedikit semakin berkurang. Jika hal tersebut tidak ditambah dan segera diperbaiki oleh petani maka penurunan produksi akan terjadi pada tanaman-tanaman pertanian, seperti padi, palawija dan sayuran.

Berbicara mengenai masalah penurunan produksi, tentunya bukan saja menjadi masalah petani atau masyarakat, tetapi juga merupakan masalah bagi pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan dan ekonomi rakyat. Hal ini seyogyanya harus menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam mengatasinya secara bijak.

Untuk dapat mengatasi hal tersebut, pada tahun anggaran 2003 ini Pemda Kabupaten Pandeglang secara khusus mengalokasikan dananya melalui Proyek Peningkatan Produksi Padi Palawija dan Sayuran. Pada kegiatan Proyek ini terdapat pertemuan teknis yang berisikan materi pengaruh penggunaan pupuk bokashi terhadap produksi padi palawija dan sayuran, dan materi tehnik pembuatan bokashi. Kegiatan ini tentunya bertujuan untuk menambah wawasan dan keterampilan petani dalam masalah penggunaan pupuk bokasi secara praktis di lapangan.

Manfaat Bokashi

Untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi pertanian, khususnya tanaman pangan, sangat perlu diterapkan teknologi yang murah dan mudah bagi petani. Tehnologi tersebut dituntut ramah lingkungan dan dapat menfaatkan seluruh potensi sumberdaya alam yang ada dilingkungan pertanian, sehingga tidak memutus rantai sistem pertanian.

Penggunaan pupuk bokashi EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk bokashi adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, samapah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Bagi petani yang menuntut pemakaian pupuk yang praktis, bokashi merupakan pupuk organik yang dapat dibuat dalam beberapa hari dan siap dipakai dalam waktu singkat. Selain itu pembuatan pupuk bokashi biaya murah, sehingga sangat efektif dan efisien bagi petani padi, palawija, sayuran, bunga dan buah dalam peningkatan produksi tanaman.

Bahan dan Cara Pembuatan Bokashi

a. Pembuatan Bokashi Pupuk Kandang

- Bahan-bahan untuk ukuran 500 kg bokashi :

1.

Pupuk kandang

=

300 kg

2.

Dedak

=

50 kg

3.

Sekam padi

=

150 kg

4.

Gula yang telah dicairkan

=

200 ml

5.

EM-4

=

500 ml

6.

Air secukupnya

- Cara Pembuatannya :

1. Larutkan EM-4 dan gula ke dalam air

2. Pupuk kandang, sekam padi, dan dedak dicampur secara merata

3. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %

4. Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan susah pecah (megar)

5. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm

6. Kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-7 hari

7. Petahankan gundukan adonan maksimal 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara membolak balik

8. Kemudian tutp kembali dengan karung goni

9. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan

10. Pengecekan suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali

11. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik

b. Pembuatan Bokashi Jerami Padi

- Bahan-bahan untuk ukuran 1000 kg bokashi :

1.

Jerami padi yang telah dihaluskan

=

500 kg

2.

Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang

=

300 kg

3.

Dedak halus

=

100 kg

4.

Sekam/Arang Sekam/Arang Kelapa

=

100 kg

5.

Molase/Gula pasir/merah

=

1 liter/250 gr

6.

EM-4

=

1 liter

7.

Air secukupnya

- Cara Pembuatannya:

Membuat larutan gula dan EM-4

1. Sediakan air dalam ember sebanyak 1 liter

2. Masukan gula putih/merah sebanyak 250 gr kemudian aduk sampai rata

3. Masukan EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam larutan tadi kemudian aduk hingga rata.

Membuat pupuk bokashi

1. Bahan-bahan tadi dicampur (jerami, pupuk kandang, arang sekam dan dedak) dan aduk sampai merata

2. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan (campuran bahan organik) secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %

3. Bila adonan dikepal dengan tangan air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan masih tampak menggumpal

4. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm

5. Kemudian ditutup dengan karung berpori (karung goni) selama 3-4 hari

6. Agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik perhatikan agar suhu tidak melebihi 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara membolak balik

7. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan

8. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik.

c. Pembuatan Bokashi Cair

- Bahan-bahan untuk ukuran 200 liter bokashi cair :

1.

Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang

=

30 kg

2.

Molase/Gula pasir/merah

=

1 liter/250 gr

3.

EM-4

=

1 liter

4.

Air secukupnya

- Cara Pembuatannya:

1. Isi drum ukuran 200 liter dengan air setengahnya

2. Pada tempat yang terpisah buat larutan molase sebanyak 1 liter, dengan cara mencampurkan gula putih/merah sebanyak 250 gram dengan air sebanyak 1 liter

3. Masukan molase tadi sebanyak 1 liter bersama EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam drum, kemudian aduk perlahan-lahan hingga rata

4. Masukan pupuk kandang sebanyak 30 kgdan aduk perlahan-lahan hingga ersatu dengan larutan tadi

5. Tambahkan air sebanyak 100 liter hingga drum menjadi penuh, kemudian aduksampai rata dan tutup rapat-rapat

6. Lakukan pengadukan secara perlahansetiap pagi selama 4 hari. Cara pengadukan setiap hari cukup lima putaran saja. Setelah diaduk biarkan air larutan bergerak sampai tenang lalu drum ditutup kembali

7. Setelah 4 hari bokashi cair EM-4 siap untuk digunakan.

Catatan:

Bila tidak ada molase, setiap macam gula dapat digunakan sebagai penggantinya. Beberapa bahan pengganti tersebut adalah nira tebu gula, sari (juice) buah-buahan,dan air buangan industri alkohol

Jumah kandungan air adalah merupakan petunjuk. Jumlah air yang perluditambahkan tergantung pada kandungan air bahan yang digunakan. Jumlah air yang paling sesuai adalah jumlah air yang diperlukan membuat bahan-bahan basah tetapi tidak sampai berlebihan dan terbuang.

Penggunaan Pupuk Bokashi untuk Padi, Palawija dan Sayuran

Bahan bokashi sangat banyak terdapat di sekitar lahan pertanian, seperti misalny jerami, pupuk kandang, rumput, pupuk hijau, sekam padi, sebuk gergaji, dan lain-lain.

Semua bahan organik yang akan difermentasi oleh mikroorganisme frmentasi dalam kondisi semi anaerobik pada suhu 40-500 C. Hasil fermentasi bahan organik berupa senyawa organik mudah diserap oleh perakaran tanaman.

a. Cara penggunaan secara umum :

- 3-4 genggam bokasi (150-200 gram) untuk setiap mtr persegi tanah disebar marata diatas permukaan tanah. Pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.

- Untuk mencampurkan bokashi ke dalam tanah, tanah perlu dicangkul/bajak. Penggunaan penutup tanah (mulsa) dari jerami atau rumput-rumputan kering sangat dianjurkan pada tanah tegalan. Pada tanah sawah pemberian bokashi dilakukan sebelum pembajakan tanah.

- Biarkan bokashi selama seminggu, setelah itu baru bibit ditanam.

- Untuk tanaman buah-buahan, bokasi diebar merata dipermukaan tanah/perakaran tanaman dan siramkan 3-4 cc EM-4 perliter air setiap minggu sekali.

b. Cara penggunaan secara khusus :

- Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik dipakai untuk melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa) dan bahan organik lainnya di lahan pertanian juga banyak digunakan pada tanah swahkarena ketersediaan bahan yang cukup.

- Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik dipakai untuk pembibitan/ menanam bibit yang masih kecil.

- Bokashi expres baik digunakan sebagai penutup tanah (mulsa) pada tanaman sayur dan buah-buahan.

Pupuk Organik Untuk Anggrek

Pupuk Organik Untuk Anggrek


Seringkali apabila kita memelihara anggrek jenis terestrial, litofit, saprofit atau semi terestrial untuk menambahkan pupuk organik kedalam media tanamnya sebagai sumber unsur hara makro dan miro dan juga dapat untuk memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah disekitar perakaran anggrek. Selain itu jika kita kreatif, maka sumber bahan organik dapat kita peroleh dengan mudah dari lingkungan sekitar kita, bahkan dari diri kita sendiri (ups!!). Berikut saya sajikan nilai kandungan rata-rata pupuk organik dari berbagai sumber bahan organik.

Jenis Pupuk Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%)
Kerbau 0,6-0,7 2,0-2,5 0,4
Sapi 0,5-1,6 2,4-2,9 0,5
Kuda 1,5-1,7 3,6-3,9 4,0
Domba 0,6-3,7 0,2-0,8 0,1-1,0
Ayam 1,0-2,1 8,9-10,0 0,4
Guano 0,5-0,6 23,5-31,6 0,2
Tinja Manusia 3,0-3,2 3,2-3,4 0,7
Kompos 0,5-0,7 1,7-3,1 0,3-0,5
Azzola 3,0-4,0 1,0-1,5 2,0-3,0
Daun lamtoro 2,0-4,3 0,2-0,4 1,3-4,0
Darah hewan kering 10,0-12 1,0-1,5 -
Jerami padi 0,8 0,2 -

Penggunaan pupuk organik juga memiliki kelemahan, diantaranya ialah, diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman (karena kandungan hara relatif rendah), bersifat ruah, baik dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan, kemungkinan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang (tanaman justru akan menguning dan merana). Oleh karena itu meskipun sangat dianjurkan, namun dalam pemakaiannya juga harus cermat dan tepat.

Oh iya, berikut saya berikan pula beberapa informasi mengenai karakterisasi kompos yang telah selesai mengalami proses dekomposisi secara sempurna (matang) ditinjau dari kondisi fisik.

  • Berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman
  • Tidak dijumpai adanya lalat atau bau busuk yang masih menyengat
  • Suhu pupuk sudah tidak tinggi/panas/hangat (pendinginan merupakan indikator selesainya proses pengomposan, meskipun bahan kompos telah dibalik dan disiram tetap tidak timbul panas)
  • Struktur nya remah, pupuk menjadi media yang lepas-lepas dan tidak kompak,
    sehingga sulit dikenali lagi bahan dasarnya.

Jika masih ragu, berikut tips uji tingkat kematangan pupuk menggunakan perkecambahan benih.
Untuk menguji kematangan pupuk organik, botol bekas selai atau botol minuman mineral yang dipotong setengah diisi pupuk yang sudah disaring, benih tanaman tertentu (yang pernah saya coba yaitu biji bayam liar) ditanam dan pertahankan kondisi pupuk tetap lembab. Botol berisi pupuk dan benih diletakkan di tempat yang terang dan terbuka. Karena benih sangat sensitif terhadap faktor tumbuh, maka tingkat kematangan pupuk dapat diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan benih.

  • Pupuk matang : benih akan berkecambah setelah 2-3 hari dan setelah 5-7 hari
    berwarna hijau dengan akar cukup panjang berwarna putih.
  • Pupuk segar : hanya beberapa benih yang tumbuh dan memerlukan waktu yang lebih lama, daun berwarna hijau pucat, akar pendek pertumbuhan tanaman kerdil, dan daun kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan.
Selamat berpupuk dan beranggrek ria!!