Senin, 25 Februari 2008

Mengolah Cacing Tanah

Mengolah Cacing Tanah
Menjadi Pupuk Komoditas Ekspor
JAKARTA – Selama ini pemanfaatan cacing tanah boleh dibilang masih sangat terbatas. Padahal, potensi cacing sangat luar biasa. Cacing bisa menjadi salah satu komoditas ekspor yang diandalkan dengan mengolah kotorannya menjadi pupuk.

Konsumen tidak perlu merasa jijik untuk menggunakan pupuk ini karena tidak menyebarkan bau, bersih dari kotoran maupun serangga. Pupuk yang terbuat dari kotoran cacaing ini sangat baik untuk tanaman sayuran, tanaman tahunan, buah-buahan dan tanaman hias. Bahkan pupuk bekas cacing (kascing) merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan.
Joko Prayitno, sebelumnya tidak pernah membayangkan akan terjun di bisnis. Pada 1997, pria berusia 36 tahun ini mengalami pukulan berat karena kehilangan pekerjaan. Perusahaan pupuk yang selama ini menjadi tempatnya mencari penghasilan bagi keluarganya, mendadak bangkrut.
Namun, Joko tidak menyerah. Kesempatan mengikuti Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T) di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diselenggarakan Departemen Tenaga Kerja tidak dilewatkan. Bidang yang dipilihnya, membuat pupuk dari bekas cacing, bidang yang tidak jauh dari pengalamannya sebelumnya.
Pada saat itu, bisnis cacing memang sedang booming. Tapi, lebih banyak hanya semata-mata memperdagangkan cacing sebagai komoditi yang utuh tanpa proses pengolahan lebih lanjut.
Selama pelatihan, Joko mendapat uang saku Rp300.000. Dalam memulai usahanya, Joko hanya bermodalkan Rp1,5 juta yang diperolehnya melalui pinjaman. Dia kemudian membuka bisnis ini di Banjar Kolot, Ciamis seperti dikutip situs beritabumi.or.id.
Tetapi memulai bisnis tidak mudah. Untuk mendapatkan cacing, dalam jumlah besar tidak gampang, Joko harus melakukan budi daya cacing. Cacing diternakkan hingga banyak, baru kemudian dia membuat kascing. “Semakin banyak kascing semakin cepat proses pembuatan pupuk,” kata ayah dua anak ini.
Proses pembuatan kascing, dikatakannya, tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan teknologi. Sebagai media untuk mencampur, dibutuhkan kotoran sapi atau kerbau. Kemudian cacing disebar hingga diatas kotoran tersebut dan dibiarkan selama dua minggu. Selama itulah terjadi proses pembuatan pupuk, cacing mengubah kotoran yang tadinya berwarna kehijauan menjadi kehitaman. Jika cacing kemudian meninggalkan media kotoran maka prosesnya sudah selesai. Baru kemudian dikeringkan.
“Kascing yang sebenarnya adalah kotoran cacing yang berbentuk butiran, berserat dan berwarna kehitaman,” katanya.
Pemasaran dilakukan dengan bekerja sama dengan beberapa balai penelitian. Pemasaran produknya tersebar di berbagai kota, seperti Bengkulu, Lampung, Jambi, dan Jakarta. BPPT bahkan menggunakan kascing produknya sebagai bahan penelitian. Rata-rata penjualan di dalam negeri sebanyak 2 kontainer per bulan. Kascing juga berhasil diekspornya ke Jepang.
Hanya saja, Joko sangat menyayangkan kesadaran akan pemakaian pupuk organik masih rendah di dalam negeri. Padahal pemakaian kascing dapat menetralisir kelebihan zat asam tanah dan tanah menjadi lebih gembur. Tanah juga tidak cepat padat seperti halnya kalau memakai pupuk kandang.
Pemakaian pupuk kascing dibandingkan pupuk kimia sekitar 1:3. Artinya 1 kg pupuk kascing ekuivalen dengan 3 kg pupuk kimia. Dari segi harga memang sebanding, karena 1 kg pupuk kascing sebesar Rp1.200 sedangkan pupuk kimia Rp400/kg. Akan tetapi, semakin sedikit pemakaian pupuk berarti dari segi biaya transportasi lebih hemat dan penyimpanan membutuhkan ruang lebih sedikit.

Prospek
Meski sudah menggeluti bisnis kascing, Joko memutuskan bergabung dengan PT Cemani Cipta Cemerlang pada 2001. Perusahaan yang bisnis utamanya dalam properti, memang baru terjun di bisnis kascing. Itu sebabnya Joko ditunjuk sebagai Kepala Produksi.
Perusahaan yang memiliki areal pabrik kascing di Ciangsana, Bogor, tetap melanjutkan ekspor ke Jepang. Rata-rata ekspor ke Jepang 2 kontainer per bulan. “Kebutuhan kascing di Jepang sangat besar. Kesadaran penggunaan pupuk organik di Jepang sudah tinggi,” kata Joko.
Menurut Manajer Pengembangan PT Cemani Cipta Cemerlang Ari Raharjo, mereka kini tengah menjajaki untuk memperluas pasar ekspor ke Malaysia. Ari mengakui pasar ekspor lebih menjanjikan dibandingkan di dalam negeri. Permintaan lagi bertumbuh karena kesadaran terhadap lingkungan sudah demikian baik di luar negeri.
Joko mengemukakan prospek usaha kascing cukup baik. Siapaun bisa menekuni bisnis ini. Bahan utama, yaitu cacing relatif mudah didapatkan. PT Cimani Cipta Cemerlang pun, kini mengembangkan budi daya cacing yang siap dijual.
Mereka mengharapkan pemakaian pupuk organik juga semakin besar di dalam negeri. Apalagi ada kecenderungan, hasil tanamannya lebih baik. Malaysia, dikatakan, juga berminat mempelajari pembuatan kascing karena produknya yang tidak membahayakan lingkungan tanah. (SH/naomi siagian)

Tidak ada komentar: